Judul
buku: A taxonomy for learning, a teaching and assessing a revission of bloom’s
taxonomy of educational objectives
BAB 1
Pendahuluan
KITA manusia mempunyai
tujuan- tujuan hidup, dan tujuan- tujuan hidup kita memfokuskan perhatian dan
tindakan kita.
Tujuan- tujuan tersebut mengindikasikan apa yang
kita ingin para siswa mempelajarinya. Tujuan- tujuan pendidikan adalah “rumusan
eksplisit tentang tata cara untuk mengubah siswa melalui prosespendidikan (handbook, 1956: 26).
Aspek
beralasan dari pengajaran ini bertalian dengan apa tujuan- tujuan yang ditetapkan guru untuk siswanya. Sementara
itu, aspek kesengajaanya berkaitan dengan bagaimana
guru membantu siswa meraih tujuan-tujuan tersebut, yakni lingkungan belajar
yang guru ciptakan dan aktivitas- aktivitas dan pengalaman- pengalaman yang
guru berikan. Lingkungan, aktivitas, dan pengalaman belajar seharusnya sejalan
dan sesuai dengan tujuan- tujuan yang telah ditetapkan.
KEBUTUHAN
AKAN TAKSONOMI PENDIDIKAN
Dalam
buku ini, kita menggunakan istilah tujuan (objective) untuk menyebut hasil
belajar siswa yang telah direncanakan dengan sengaja. Maka, tujun, standar kurikulum,
dan target belajar—semua ini mengacu pada proses belajar siswa yang telah
direncanakan dengan sengaja.
Bagaimana
caranya agar kerangka pikr ini dapat membantu guru- guru lebih memahami rumusan
tujuan-tujuan tersebut? Kerangka pikir ini harus berisikan kategori- kategori
mengenai sebuah fenomena tunggal (misalnya, mineral, karya fiksi).
Taksonomi
adalah sebuah kerangka pikir khusus. Dalam sebuah taksnomi,
kategori-kategorinya merupakan satu kontinum. Kontinum ini (misalnya, frekuensi
gelombang warna, struktur atom yang mendasari pembuatan tabel unsur) merupakan
salah satu prinsip klasifikasi pokok dalam taksonomi tersebut.
Tabel
Taksonomi, Tujuan, dan Alokasi Waktu Pembelajaran
salah satu
pertanyaan yang paling lazim dan abadi tentang kurikulum adalah apa manfaat
belajar (learning)?. Pada dataran
filosofis, jawaban atas pertanyaan pertama itu menjelaskan apa yang dengan
manusia berpendidikan, jawabanya meneragkan makna mata pelajaran yang diajarkan
pada peserta didik. Apakah mata pelajaran membaca sekedar menghafal hubungan-
hubungan antara suara dan simbol, ataukah mencari makna dari kata- kata yang tertulis? Pertanyaan- pertanyaan serupa
dapat diajukan untuk mata pelajaran sains, sejarah, musik, dan lain- lainya.
Perumusan
standar- standar nasional pendidikan sekarang ini dimaksudkan setidaknya untuk
memberikan sebagian jawaban atas pertanyaan- pertanyaan diatas.
Ringkasnya,
kerangka taksonomi pendidikan ini memang tak langsung menjelaskan manfaat
belajar kepada guru. Namun, dengan membantu mereka menerjemahkan standar-
standar pendidikan kedalam kalimat- kalimat sehari- hari selaras apa yang ingin
mereka capai secara pribadi, dan dengan memaparkan berbagai kemungkinan yang
oerlu dipikirkan, tabel aksonomi ini menyuguhkan sebuah cara pandang untuk
mengambil keputusan perihal kurikulum.
Ketika
pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diklasifikasikan
sebagai menganalisis pengetahuan
konseptual, guru akan melakukan aktivitas-aktivitas untuk:
·
Memfokuskan perhatian siswa pada kategori-kategori
dan klasifikasi-klasifikasi
·
Memberikan contoh-contoh dan bukan
contoh yang membantu siswa memasukan sesuatu kedalam kategori yang tepat
·
Membantu siswa menemukan
kategori-kategori yang tepat dalam sistem klasifikasi yang lebih besar
·
Menekankan perbedaan- perbedaan yang
relevan dan penting diantara kategori-kategori tersebut dalam sistem
klasifikasi yang lebih besar.
Kesesuaian
antara Tujuan, Pembelajaran, dan Asesmen
Kesesuian
ini merupakan tingkat korepondensi antara tujuan, pembelajaran, dan asesmen,
aktivitas pembelajaran yang memfokuskan perhatian siswa pada tiga kategori
sistem pemerintahan, yang memberikn contoh-contoh untuk membantu siswa
mengategorikan sistem pemerintahan yang tepat;.
GURU:
PEMBUAT KURIKULUM VS. PELAKSANA KURIKULUM
Para pejabat
pemerintah memegang tampak kekuasaan negara dan masih berusaha memenuhi harapan
dan janji untuk menyelenggarakan pendidikan seperti yang dilakukan oleh
pejabat- pejabat pendahulu mereka seabad silam (manzo,1999: 21).
Sampai
disini, jelaslah bahwa, kami berharap karya kami ini digunakan oleh “guru
sebagai pelaksana kurikulum”; yakni, guru diberi seperangkat tujuan
pembelajaran (misalnya, dalam buku-buku teks atau standar standar nasional
pendidikan) dan diharapka untuk melakukan pembelajaran yang memunkinkan banyak
siswa mencapai standar-standar tersebut. Tabel taksonomi akan membantu guru
melakukanya dengan alasan yang kuat. Sebagian guru mempunyai kebebasan yang
luas untuk merancang satuan- satuan pelajaran.
Lebih jauh lagi,
taksonomi ini menawarkan cara pikir dan terminologi-terminologi untuk membahas
pembelajaran sehingga memudahkan mereka untuk berkomunikasi dengan sesama guru,
dengan dosen LPTK, koordinator kurikulum, ahli asesmen, dan karyawan sekolah.
BAB
2
Struktur,
Spesifikasi dan Problematika Tujuan
Struktur
Model
tujuan dalam bidang pendidikan yang paling banyak dipakai didasarkan pada model
Ralph Tyler (1949). Tyler berpendapat bahwa “ rumusan tujuan yang paling
bermanfaat adalah rumusan yang menunjukan jenis prilaku yang akan diajarkan kepada siswa dan isi pembelajaran... yang membuat siswa menunjukan prilaku itu”
(hlm.30) (cetak miring dari kami). Pada bab 1 telah disebutkan bahwa rumusn
tujuan berupa kata kerja dan kata benda. Kata kerjanya mendeskripsikan proses kognitif yang diharapkan, dan
kata bendanya mendeskripsikan pengetahuan
yang diharapkan dikuasai atau dikonstruksi oleh siswa. Kami menggunakan
istilah “proses kognitif” untuk menggantikan “prilaku”, dan “pengetahuan” untuk
“isi pembelajaran”. Lantaran pegganti istilah-istilah disengaja, kami perlu
menjelasskan secara mendetail.
Spesifikasi
Tujuan
Perancangan
tujuan dalam bidang pendidikan dapat digambarkan sebagaisebuah kontinum yang
merentang dari tujuan yang sangat umumke tujuan yang sangat spesifik. Krathwohl
dan Payne (1971) menyebut juga tiga tingat sesifikasi, yakni tujuan global,
tujuan pendidikan dan tujuan intruksional;
Tujuan
global
Tujuan global merupakan hasil belajar yang kompleks dan
multifaset dan, untuk mencapainya, dibutuhkan pembelajaran yang lebih “serius”
dan alokasi yang lebih panjang.
Tujuan
Pendidikan
Bagi guru,
tujuan global harus diperinci jadi tujuan-tujuan yang lebih spesifik dan
mengerucut dalam rencana dan praktik mengajar. Tujuan global dibutuhkan untuk
“mengunggah imajinasi” tetapi menyulitkan guru untuk merencanakan
aktivitas-aktivitas dikelas,untuk melakukan tugas-tugas ini, guru memerlukan
tujuan yang lebih spesifik.
Contoh-contoh
tujuan berikut yang dipetik dari Handbook
memperjelas tingkat spesifikasi tujuan
pendidikan :
·
Kemampuan untuk membaca partitur musik
·
Kemampuan untuk menafsirkan
bermacam-macam data sosial
·
Ketrampilan untuk embedakan fakta dari
hipotesis
PROBLEMATIKA
TUJUAN
Kendati telah digunakan banyak pihak dimana-mana tujuan
dalam bidang pendidikan memiliki keterbatasan dan konsekuensi tertentu. Pada
bagian ini kita akan membicarakan sebagian masalah yang berkaitan dengan
spesifikasi tujuan, hubungan tujuan dan dengan pengajaran.
Spesifikasi dan Inklusifitas
Seperti tujuan
global, tujuan pendidikan dikritik karena dipandang masih bersifat terlalu umum
sebagai panduan perencanaan pengajaran dan asesmen. Tjuan-tujuan pendidikan
tidak memberi arahan yang spesifik yang dibutuhkan guru untuk merencanakan,
memudahkan dan mengases pembelajaran siswa. Kritik ini ada benarnya. Akan
tetapi, sebagaimana telah diutarakan terdahulu, benar pula bahwa tujuan-tujuan
pendidikan seharusnya memuat ide-ide yang lebih luas dan kaya tentang
pembelajaran siswa yang diharapkan daripada ide-ide yang terdapat dalam tujuan
–tujuan intruksional.
Selain itu, tujuan-tujuan pendidikan memberi ruang kepada
guru-guru untuk menafsirkan dan memilih aspek-aspek dalam tujuan pendidikan
yang sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan siswa mereka. Manfaat tujuan
pendidikan ini selaras dengan kecenderungan untuk memberdayakan guru dan
memberi kebebasan guru guna mengambil keputusan.
Tujuan
yang kaku
Eisner(1979)
mengatakan bahwa tak semua tujuan pendidikan harus membuahkan hasil belajar
yang sama. Lantas, eisner menunjukan “hasil-hasil belajar ekspresif” . hasil
belajar ekspresif dapat diperoleh dari pengalaman atau aktivitas berkunjung ke
museum, melihat suatu permainan, atau mendengarkan musik klasik. Hasil belajar
ekspresif berasal dari aktivitas yang yang tidak mempunyai tujuan belajar a priori yang sama, karena setiap siswa akan berubah
dengan caranya masing-masing setelah mengalami atau melakukan hal tersebut.
Tujuan
merepresentasikan proses belajar atau prestasi siswa?
Inti dari banyak
kritik terhadap tujuan dalam bidang pendidikan adalah bidang tujuan itu
sebenarnya merepresentasikan apa? (Hirst, 1974; Ghinter, 1972). Misalnya, makin
spesifik suatu tujuan makin mudah diases, tetapi juga makin mudah menjerumuskan
kita untuk menyamakan antara makna tujuan dan asesmenya. Singkatnya, prestasi
yang diases dipakai untuk menarik kesimpulan tentang aktivitas belajar yang
diinginkan seperti yang dinyatakn dalam rumusan tujuan. Padahal, prestasi siswa
bukanlah tujuan itu sendiri.
Lagipula, denga sedikit perkecualian, tugas-tugas (misalnya,
pertanyaan, butir tes, soal) yang dipakai untuk mengasees tujuan hnyalah smpel
dari banyak tugas.
Keterbatasan
rumusan tujuan
Para pengkritik
juga mengatakan bahwa tingkat kemudahan dalakm merumuskan tujuan jauh berbeda
antara satu sama pelajaran dan mata pelajrn lain. Merumuskan tujuan dalam
pelajaran menulis kreatif, puisi, dan tafsir seni, misalnya, tergolong sulit.
Manakala diminta untuk merumuskan tujuan, guru-guru pengampu mata pelajaran ini
boleh jadi sekedar menuliskan tujuan-tujuan tingkat rendah yang mudah
dirumuskan tapi tak benar-benar merepresentasikan apa yang penting dipelajari
siswa.
Pada sebagian mata pelajaran, kita dapat dngan mudah
merumuskan tujuan, tetapi sulit untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat
luas. Sementara itu, khuusnya pada pelajaran ilmu sosial dan pendidikan seks,
perbedaan-perbedaan nilai dan pandangan politik antar individumenyulitkan
mereka dlam membuat kesepakatan tentangrumusan tujuan yang pas.
Kesimpulan
Kerangka pikir
kami merupakan alat untuk membantu para pendidik memperjelas dan menjelaskan
apa yang, menurut mereka, harus dipelajari siswa seekaligus apa yang merupakan
hasil pembelajaran. Kita menyebutnya “tujuan”. Untuk membantu mereka
menjelaskan tujuan ini, kami menyajikan format standar dalam merumuskan tujuan,
yakni “siswa dapat atu belajar + kata
kerja + kata benda”. Kata kerja
ini menunjukan bagaimana proses kognitifnya sedangkan kata benda tersebut pada
umumnya menunjukan pengetahuanya. Walaupun tujuan-tujuan merentang dari yang
sangat umum sampai yang sangat spesifik, kami menganjurkan penggunaan tujuan
yang moderat, yakni tujuan pendidikan.
.
BAB 4
Dimensi Pengetahuan
Konsep-konsep pembelajaran yang belakangan berkembang terfokus pada
proses-proses aktif, kognitif dan konstruktif dalam pembelajaran yang bermakna.
Pembelajar (learner) diasumsikan sebagai pelaku yang aktif dalam
aktivitas belajar; mereka memilih informasi yang akan mereka pelajari, dan
mengkonstruksi makna berdasarkan informasi ini.
Dalam seting pembelajaran, siswa dianggap dapat mengkonstruksi
makna mereka sendiri berdasarkan pengetahuan mereka sebelumnya, aktivitas
kognitif dan metakognitif mereka, dan kesempatan serta hambatan yang mereka
temui dalam seting pembelajaran tersebut, termasuk informasi yang tersedia bagi
mereka.
PERBEDAAN
ANTARA PENGETAHUAN DAN MATERI PELAJARAN
Setiap tujuan pembelajaran ini mengandung pandangan yang berbeda
tentang apa yang harus siswa pelajari dalam unit pelajaran itu. Pada
kenyataannya, keempat guru tersebut merumuskan banyak tujuan, tetapi
contoh-contoh tujuan yang disajikan disini menunjukkan bagaimana guru-guru itu
terfokus pada tujuan-tujuan yang merefleksikan jenis-jenis pengetahuan yang
berbeda.
JENIS-JENIS
PENGETAHUAN
Terdapat banyak jenis pengetahuan dan lebih banyak lagi istilah
yang digunakan untuk mendeskripsikan pengetahuan-pengetahuan tersebut.
Istilah-istilah ini antara lain adalah pengetahuan konseptual, pengetahuan
kondisional, pengetahuan isi, pengetahuan deklaratif, pengetahuan displiner,
pengetahuan wacana, pengetahuan domain, pengetahuan episodik, pengetahuan
eksplisit, pengetahuan faktual, pengetahuan metakognitif, pengetahuan awal,
pengetahuan prosedular, pengetahuan semantik, pengetahuan situsional,
pengetahuan sosiokultural, pengetahuan strategis, dan pengetahuan emplisit
(lihat misalnya, Alexander, Schallert, dan Hare, 1991; dejong dan
ferguson-Hessler, 1996; Dochy dan Alexander, 1995; Ryle, 1949).
Oleh karena terdapat banyak istilah yang berbeda dan ketidakpastian
pendapat perihal banyak aspek dalam dimensi pengetahuan, maka jenis-jenis
pengetahuan dapat disimpulkan menjadi 4, yaitu : (1) Pengetahuan Faktual,
(2) Pengetahuan Konseptual, (3) Pengetahuan Prosedular, dan (4) Pengetahuan
Metakognitif.
Perbedaan
antara Pengetahuan Faktual dan Pengetahuan Konseptual
Pengetahuan Faktual
untuk menunjuk pengetahuan tentang “berbit-bit informasi” yang memiliki
ciri-ciri tersendiri, dan istilah Pengetahuan Konseptual unntuk
pengetahuan yang lebih kompleks dan tertata.
Alasan
Pencantuman Pengetahuan Metakognitif
Pencantuman Pengetahuan Metakognitif dalam kategori dimensi
pengetahuan dilandasi oleh hasil penelitian-penelitian terbaru tentang peran
penting pengetahuan siswa mengenai kognisi mereka sendiri dan kontrol mereka
atas kognisi itu dalam aktivitas belajar (Bransford, Brown, dan Cocking, 1999;
Sternberg, 1985; Zimmerman dan Schunk, 1998).
KATEGORI-KATEGORI
DALAM DIMENSI PENGETAHUAN
A.
PENGETAHUAN
FAKTUAL
Pengetahuan
Faktual berisikan elemen-elemen dasar yang
harus diketahui siswa jika mereka akan mempelajari suatu disiplin ilmu atau
menyelesaikan masalah dalam disiplin ilmu tersebut. Elemen-elemen ini lazimnya
berupa simbol-simbol yang diasosiasikan dengan makna-makna konkret, atau
“senarai simbol” yang mengandung informasi penting. Dua subjenis Pengetahuan
Faktual adalah Pengetahuan tentang terminologi (Aa) dan Pengetahuan
tentang detail-detail dan elemen-elemen yang spesifik (Ab).
1.
Pengetahuan
tentang Terminologi
Pengetahuan
tentang terminologi melingkup
pengetahuan tentang label dan simbol verbal dan nonverbal (misalnya, kata,
angka, tanda, gambar).
2.
Pengetahuan
Tentang Detail-detail dan Elemen-elemen yang Spesifik
Pengetahuan
tentang detail-detail dan elemen-elemen yang spesifik merupakan pengetahuan
tentang peristiwa, lokasi, orang, tanggal, sumber informasi, dan semacamnya.
B.
PENGETAHUAN
KONSEPTUAL
Pengetahuan
Konseptual mencakup pengetahuan tentang
kategori, klasifikasi, dan hubungan antara dua atau lebih kategori atau
klasifikasi-pengetahuan yang lebih kompleks dan tertata. Pengetahuan
Konseptual meliputi skema, model mental, atau teori yang implisit atau
eksplisit dalam beragam model psikologi kognitif. Pengetahuan Konseptual
terdiri dari tiga subjenis, yaitu pengetahuan tentang klasifikasi dan
kategori (Ba), pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi
(Bb), dan pengetahuan tentang teori, model, dan struktur (Bc).
1.
Pengetahuan
tentang Klasifikasi dan Kategori
Pengetahuan
tentang klasifikasi dan ketegori
jamaknya mencerminkan cara para pakar memikirkan dan menyelesaikan masalah,
sementara pengetahuan tentang detail-detail yang penting merupakan buah dari
proses berpikir dan penyelesaian masalah. Pengklasifikasian informasi dan
pengetahuan ke dalam kategori-kategori yang tepat merupakan sebuah tanda klasik
tentang keberhasilan belajar dan pengembangan keahlian.
2.
Pengetahuan
tentang Prinsip dan Generalisasi
Prinsip dan
generalisasi galibnya merupakan bagian yang dominan dalam sebuah disiplin ilmu
dan digunakan untuk mengkaji fenomena atau menyelesaikan masalah-masalah dalam
disiplin ilmu tersebut. Apabila siswa mengetahui prinsip dan generalisasi,
berarti mereka mempunyai alat untuk mempelajari dan menata materi pelajaran
yang luas. Sehingga, mereka memiliki pengetahuan yang lebih banyak tentang
materi pelajaran tersebut dan makin mudah mengingatnya.
3.
Pengetahuan
Tentang Teori, Model, dan Struktur
Pengetahuan
tentang teori, model, dan struktur
mencakup pengetahuan tentang berbagai paradigma, epistemologi, teori, dan model
yang digunakan dalam disiplin-displin ilmu untuk mendeskripsikan, memahami, dan
memprediksi fenomena.
C.
PENGETAHUAN
PROSEDURAL
Pengetahuan
prosedural merupakan “pengetahuan tentang
cara” melakukan sesuatu. Dengan perkataan lain, pengetahuan prosedural
merupakan pengetahuan tentang beragam “proses”, sedangkan pengetahuan
faktual dan pengetahuan konseptual berurusan dengan apa yang dapat
dinamakan “produk”. Perlu dicatat bahwa pengetahuan prosedural sebatas
pengetahuan tentang prosedur-prosedur.
1.
Pengetahuan
Tentang Keterampilan dalam Bidang Tertentu dan Algoritme
Pengetahuan
Prosedural dapat digambarkan sebagai rangkaian
langkah, yang semuanya disebut sebagai prosedur. Kadang, langkah-langkah ini
tertata dalam urutan yang tetap, tetapi kadang belum jelas dan masih harus
dipikirkan dan diputuskan apa langkah berikutnya.
2.
Pengetahuan
Tentang Teknik dan Metode dalam Bidang Tertentu.
Pengetahuan
tentang teknik dan metode dalam bidang tertentu ini mencakup pengetahuan yang gaibnya merupakan hasil konsesus,
kesepakatan, atau ketentuan dalam disiplin ilmu, bukan hasil pengamatan,
eksperimen, atau penemuan langsung.
3.
Pengetahuan
Tentang Kriteria untuk Menentukan Kapan Harus Menggunakan Prosedur yang Tepat.
Selain
mengetahui prosedur dalam bidang tertentu, siswa diharapkan mengetahui kapan
mesti menggunakan prosedur tersebut, yang acap kali mengharuskan mereka mengetahui cara-cara penggunaan
prosedur yang pernah dilakukan.
D.
PENGETAHUAN
METAKOGNITIF
Pengetahuan
Metakognitif adalah
pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran akan, serta pengetahuan
tentang, kognisi diri sendiri. Dalam artikel klasiknya tentang metakognisi,
Flavell (1979) menyatakan bahwa metakognisi mencakup pengetahuan tentang
strategi, tugas, dan variabel-variabel person.
1.
Pengetahuan
Strategis
Pengetahuan
Strategis adalah pengetahuan perihal
strategi-strategi belajar dan berpikir serta pemecahan masalah.
Strategi-strategi dalam subjenis pengetahuan ini dapat digunakan dalam banyak
tugas dan mata pelajaran, bukan hanya dan paling cocok untuk tugas tertentu
dalam mata pelajaran tertentu (misalnya, menyelesaikan persamaan kuadrat atau
menarakan hukum Ohm).
2.
Pengetahuan
Tentang Tugas-tugas Kognitif, yang Meliputi Pengetahuan Konsektual dan
Kondisional
Menurut
Flavell (1979), pengetahuan Metakognitif mencakup pengetahuan bahwa
berbagai tugas kognitif itu sulit dan memerlukan sistem kognitif dan
strategi-strategi kognitif. Misalnya, tugas untuk mengingat kembali lebih sulit
ketimbang mengenali. Untuk mengingat kembali, orang harus membongkar-bongkar
memori secara aktif dan mengeluarkan informasi yang relevan; sedangkan untuk
mengenali, orang hanya perlu membedakan pilihan-pilihannya dan menentukan
pilihan yang benar atau paling tepat.
3.
Pengetahuan-diri
Flavell
(1979) mengemukakan, selain pengetahuan tentang beragam strategi dan tugas
kognitif, juga pengetahuan-diri sebagai komponen penting dari metakognisi.
Menurutnya, pengetahuan-diri mencakup pengetahuan tentang kekuatan dan
kelemahan diri sendiri dalam kaitannya dengan kognisi dan belajar.
MENGASES TUJUAN
PENDIDIKAN YANG MENCAKUP PENGETAHUAN METAKOGNITIF
Mengases
tujuan pendidikan yang mencantumkan Pengetahuan Metakognitif ini unik
karena tujuan tersebut mesti disertai dengan cara pandang yang berbeda perihal
apa yang dinamakan jawaban yang “benar”. Oleh karena itu, tujuan-tujuan
pendidikan yang berkenaan dengan Pengetahuan Metakognitif diases dalam
aktivitas-aktivitas dan diskusi-diskusi kelas dengan berbagai strategi
.
KESIMPULAN
Pengetahuan
Faktual dan Pengetahuan Konseptual
sangat mirip dalam arti keduanya berkutat dengan pengetahuan tentang “apa”,
tetapi Pengetahuan Konseptual lebih mendalam, tertata, integral, dan
sistemik dari pada pengetahuan perihal terminologi dan fakta-fakta yang
terpisah. Secara sederhana, Pengetahuan Metakognitif adalah Pengetahuan
tentang kognisi.
BAB
10
Sketsa
Pembelajaran Penjumlahan
BAGIAN 1 :
TUJUAN
Tujuan-tujuan
jangka panjangnya adalah membantu siswa (1) mengerti bahwa meghafal dapat
dilakukan secara lebih efisien (dalam keadaan-keadaan tertentu) dan (2)
memperoleh pengetahuan praktis tentang berbagai strategi menghafal.
BAGIAN 2 :
AKTIVITAS-AKTIVITAS PEMBELAJARAN
Aktivitas
yang mengawali pelajaran unit ini dan berlangsung terus adalah “menghafal fakta
dalam kantong”. Setiap hari, ketika siswa-siswa masuk ruang kelas, mereka
mengambil “secarik fakta” dari sebuah kantong. Setiap siswa diharapkan
menghafal fakta ini. Pada jam-jam tertentu, siswa diminta mengatakan
fakta-fakta yang mereka dapat tanpa membacanya.
Hari 1-4
Setelah aktivitas-aktivitas harian
ini dilakukan, empat hari pertama pelajaran unit ini digunakan untuk
menyelesaikan Lembaran Tembok Besar Penjumlahan.
Hari 5-6
Aktivitas pembelajaran yang
berlangsung pada hari kelima dan keenam adalah “Teman Bilangan”. Dalam
aktivitas ini, siswa menggunakan “penjumlahan bilangan yang sama” (mereka
mengetahuinya) untuk menghafal hasil-hasil penjumlahan bilangan-bilangan
lainnya.
Hari 7-8
Pada hari ketujuh dan kedelapan,
saya mengenalkan aktivitas “keluarga bilangan”. Dalam aktivitas ini, saya
meminta siswa memperhatikan secara seksama tiga bilangan dalam sebuah persamaan
dan memindah-mindah letak ketiga bilangan untuk mengetahui hubungan-hubungan
diantara ketiganya.
Hari 9-10
Pada hari kesembilan dan kesepuluh,
saya mengajak siswa melakukan apa yang saya sebut “membuat jumlah sepuluh”.
Saya mulai dengan menuliskan beberapa soal penjumlahan dengan 9 sebagai salah
satu bilangan penjumlahnya. Setiap siswa diberi “kerangka sepuluh” (selembar
kertas dengan dua baris dan lima kotak).
Hari 11-13
Pada hari 11 sampai ke 13, saya
bersama siswa-siswa mengeksplorasi penggunaan berbagai cara untuk menghafal
hasil-hasil penjumlahan yang lebih dari 10.
Hari 14-15
Aktivitas terakhir berlangsung
selama dua hari terakhir. Aktivitas ini mengajak siswa mempraktikan hafalan
mereka dalam lomba lari estafet.
BAGIAN 3 :
ASESMEN
Untuk
mengases perkembangan siswa, saya mengamati mereka, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, mencatat perubahan-perubahan hasil permainan harian
Menit Matematika Majenun, dan menskor hasil kuis mingguan.
BAGIAN 4 :
KOMENTAR PENUTUP
Pertanyaan
tentang Pembelajaran
Di
sini, kami membedakan antara apa yang kami disebut sebagai “fokus” dan
“penekanan”. Fokusnya jelas mengingat pengetahuan faktual, dan merupakan
hasil akhir dari pembelajaran tiga pekan ini. Fokus ini tampak dalam
rumusan-rumusan tujuan dan asesmen-asesmennya. Sebaliknya, penekanannya adalah memahami
pengetahuan konseptual.
Pertanyaan
tentang Instruksi
Utamanya
karena aktivitas Menit Matematika Majenun, sebagian aktivitas pembelajaran yang
berkaitan dengan tujuan utamanya (mengingat pengetahuan faktual)
berlangsung setiap hari. Aktivitas-aktivitas yang bertalian dua tujuan jangka
panjangnya dilaksanakan pada pertemuan-pertemuan akhir (Hari 9-13).
Pertanyaan
tentang Asesmen
Asesmen
informalnya dipakai untuk mengumpulkan informasi tentang prosesnya, dan asesmen
formalnya untuk memperoleh informasi perihal hasilnya.
Pertanyaan
tentang Kesesuaiannya
Kesesuaian
antara asesmen dan aktivitas-aktivitas pembelajaran dengan rumusan-rumusan
tujuannya cukup kuat.
BAGIAN 5 :
PERTANYAAN-PERTANYAAN PENUTUP
Masih
ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab dalam analisis sketsa pembelajaran
ini. Tiga diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Apa hubungan
antara memahami pengetahuan konseptual dan mengingat pengetahuan
faktual ? Asusmsi bahwa memahami pengetahuan konseptual yang
fundamental membantu siswa mengingat pengetahuan faktual mendasari
pendekatan Ms. Hoffman dalam merencanakan dan mengerjakan unit pelajaran ini.
2.
Apakah asesmen
langsung terhadap memahami pengetahuan konseptual berguna untuk
membedakan apa yang siswa pahami dari apa yang siswa dapat lakukan? Sulit
sekali untuk menentukan apakah siswa benar-benar sedang mengembangkan pengetahuan
konseptual tentang hubungan-hubungan antarbilangan dan prosedur-prosedur
matematika.
3.
Informasi apa
yang diperoleh dari asesmen langsung terhadap memahami pengetahuan
metakognitif ? Informasi yang Ms. Hoffman peroleh dari pengamatannya dan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya kepada siswa adalah kontinum
perkembangan belajar siswa yang awalnya “menghitung dengan jari”, kemudian
“menghitung bilangan secara berurutan”, lalu (dengan bantuan Ms. Hoffman)
mencermati struktur hasil-hasil penjumlahan dan akhirnya menghafal.
BAB
14
Mengurai
Masalah-masalah pelik dalam Pembelajaran di Kelas
Dalam bab ini, kami membahas
sembilan kesimpulan.
Dua
kesimpulan diantaranya bertalian dengan pertanyaan tentang pembelajaran.
1.
Transfer dan
resensi adalah dua tujuan pembelajaran yang penting. Di sini, proses-proses
kognitif yang lebih kompleks sangat bermanfaat. Proses-proses kognitif yang
lebih kompleks di transfer dari konteks tempat proses-proses itu dipelajari ke
konteks lainnya.
2.
Proses-proses
kognitif berbeda-beda, demikian pula jenis-jenis pengetahuannya. Pengetahuan
dan proses-proses kognitif menentukan apa yang sebenarnya dipelajari oleh
siswa.
Dua kesimpulan berhubungan dengan pertanyaan tentang instruksi.
1.
Jenis-jenis
pengetahuan tertentu biasanya berpasangan dengan proses-proses kognitif
tertentu. Mengingat adatnya berpasangan dengan pengetahuan faktual,
memahami dengan pengetahuan konseptual, dan mengaplikasikan
dengan pengetahuan prosedural.
2.
Ketidakmampuan
untuk membedakan aktivitas-aktivitas pembelajaran dari tujuan-tujuan pendidikan
dapat berpengaruh negatif bagi pembelajaran siswa.
Dua kesimpulan berkaitan dengan pertanyaan tentang asesmen.
1.
Asesmen
mempunyai beragam tujuan dua tujuan pokok di antaranya adalah meningkatkan
pembelajaran siswa (asesmen formatif) dan menentukan nilai siswa yang
mencerminkan tingkat pembelajarannya (asesmen sumatif).
2.
Asesmen
eksternal (misalnya, ujian nasional) berpengaruh positif dan negatif pada
pembelajaran di kelas.
Tiga kesimpulan berkaitan dengan pertanyaan tentang kesesuaiannya.
1.
Jika asesmen
tidak sesuai dengan tujuan, asesmennya tidak dapat memberi bukti yang jelas
tentang pembelajaran siswa yang diinginkan.
2.
Apabila
aktivitas-aktivitas pembelajaran tidak sesuai dengan asesmen, hasil asesmennya
mungkin menunjukkan bahwa pembelajarannya tidak efektif.
3.
Kalau
aktivitas-aktivitas pembelajaran tidak bersesuaian dengan tujuan, siswa
terlibat aktif dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran itu, tetapi tidak
mencapai hasil-hasil belajar yang diharapkan.
KESIMPULAN
PERIHAL PEMBELAJARAN
Menggunakan
Proses-proses Kognitif yang Kompleks untuk Mencapai Tujuan-tujuan yang
Sederhana
Untuk menguasai pengetahuan konseptual dan pengetahuan
prosedural yang mesti ada dalam tulisan persuasif, dalam menulis tajuk
rencana, siswa menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta
berdasarkan materi unit pelajaran itu. Akan tetapi, sekali lagi, pelibatan
proses-proses kognitif yang kompleks dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran ini
tidak mengubah tujuan pokok unit pelajarannya, yaitu memahami pengetahuan
konseptual.
Memilih
Jenis Pengetahuan
Bukti-bukti menunjukkan bahwa para pendidik menggunakan beragam
strategi pembelajaran untuk mengajarkan jenis-jenis pengetahuan yang berbeda
(Anderson, 1995). Pengetahuan faktual biasanya diajarkan dengan
mengulang-ulang. Sebaliknya, sebagai subjenis pengetahuan konseptual
sebaiknya diajarkan dengan membuat contoh-contoh yang termasuk dalam kategori pengetahuan
konseptual dan yang bukan. Mengajarkan pengetahuan prosedural kerap
kali lebih efektif jika siswa diberi
atau diminta membuat diagram dan semacamnya. Pengetahuan metakognitif
acap kali diajarkan dengan menekankan aktivitas untuk mengatur diri sendiri,
dan pengetahuan metakognitif berkembang dalam waktu yang lama, biasanya
lebih dari satu semester.
KESIMPULAN
PERIHAL PEMBELAJARAN
Memahami
Hubungan antara Jenis Pengetahuan dan Proses Kognitif
Dalam sketsa pembelajaran penjumlahan, misalnya pengetahuan
faktual berisikan fakta-fakta penjumlahan bilangan sampai jumlah 18. Proses
kognitifnya adalah mengingat, sehingga tujuan pembelajarannya menjadi “Siswa mengingat
fakta-fakta penjumlahan”.
Membedakan
Aktivitas dan Tujuan Pembelajaran
Aktivitas-aktivitas pembelajaran dapat diamati dan diceritakan
sementara pembelajaran tidak dapat diamat dan, karenanya, perlu dibuat
kesimpulan tentangnya. Dengan perkataan lain, meskipun siswa tahu apa yang
telah mereka lakukan, mereka mungkin tidak tahu apa yang telah mereka pelajari,
jika ada, dengan aktivitas yang mereka lakukan itu.
KESIMPULAN
PERIHAL ASESMEN
Menggunakan
Asesmen Sumatif dan Asesmen Formatif
Asesmen dengan tujuan pertama disebut asesmen formatif lantaran
fungsi utamanya adalah membantu siswa belajar selama masih ada waktu dan
kesempatan bagi siswa untuk meningkatkan pembelajarannya. Asesmen dengan tujuan
kedua dinamakan asesmen sumatif sebab fungsi utamanya adalah “menyimpulkan”
pembelajaran siswa pada akhir periode pembelajaran (Scriven, 1967).
Menghadapi
Asesmen Eksternal
Pada umumnya, asesmen eksternal disebut sebagai high-stakes
asesment, sebab keputusan-keputusan penting yang menyangkut siswa, guru dan
sekolah dibuat berdasarkan hasil-hasil asesmen ini.
KESIMPULAN
PERIHAL KESESUAIAN ANTARA TUJUAN, AKTIVITAS PEMBELAJARAN, DAN ASESMEN
Menyesuaikan
Asesmen dengan Tujuan
Terdapat dua alasan mengapa asesmen harus menyesuaikan tujuan. Pertama,
penyesuaian ini memberi kesempatan yang lebih luas kepada siswa untuk
mempelajari pengetahuan dan proses-proses kognitif yang diujikan dalam pelbagai
asesmen yang mereka hadapi. Kedua, bagi banyak siswa, tujuan didikte
oleh asesmen, khususnya ketika asesmen menentukan nilai siswa. “Pekerjaan”
mereka adalah mengerjakan asesmen dengan baik supaya mereka mendapat “nilai
yang baik”.
Penyesuaian
Aktivitas-aktivitas pembelajaran dan Asesmen
Signifikansi penyesuaian aktivitas-aktivitas pembelajaran dengan
asesmen-asesmen. Seperti telah
disebutkan terdahulu, aktivitas-aktivitas pembelajaran dan tugas-tugas asesmen
bisa indentik dalam hal substansi (pengetahuan, proses kognitif) dan bentuknya
(asesmen pilihan ganda, asesmen performa). Aktivitas pembelajaran dan tugas
asesmen mempunyai fungsi-fungsi pokok yang berbeda. Aktivitas pembelajaran dimaksudkan
untuk membantu siswa belajar, sedangkan tugas asesmen untuk menentukan apakah
atau seberapa jauh siswa belajar.
Penyesuaian
Aktivitas-aktivitas Pembelajaran dengan Tujuan
Anda barangkali berpikir bahwa bila asesmen sesuai dengan tujuan
dan aktivitas-aktivitas pembelajaran sesuai dengan asesmen, aktivitas-aktivitas
pembelajarannya otomatis sesuai dengan tujuannya. Biasanya memang demikian,
tetapi tidak selalu. Dalam banyak kasus, aktivitas-aktivitas pembelajaran yang
tidak berkaitan langsung dengan tujuan atau asesmennya dimaksudkan untuk
memberi siswa informasi yang mereka butuhkan guna mencapai tujuannya.
MASALAH-MASALAH
YANG BELUM TERSELESAIKAN
Perencanaan
dan Analisis yang lebih Matang
Analisis pada bab-bab sketsa pembelajaran sebelumnya cukup mnghabiskan
energi kami. Akan tetapi, kami percaya bahwa bab-bab tersebut membantu pembaca
mempelajari proses analisisnya, apalagi ketika sebuah unit pelajaran atau mata
pelajaran diajarkan ulang dalam kelas-kelas yang sangat besar atau dalam
pendidikan jarak jauh.
Hubungan
antara Tujuan dan Pembelajaran
Kerangka pikir yang bermanfaat bagi guru ialah kerangka pikir yang
memudahkan mereka menerjemahkan tujuan-tujuan yang abstrak jadi
strategi-strategi pengajaran dan kemudian jadi aktivitas-aktivitas pembelajaran
konkret yang membantu siswa mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Format
Tes Pilihan Ganda yang Tak Kunjung Maju
Teknologi pengetesan telah berkembang pesat sejak penerbitan handbook,
tetapi tes uraian kurang berkembang. Empat pulug empat tahun setelah penerbitan
handbook, kita hanya mencatat sedikit kemajuan dalam tes uraian. Para
pendidik tidak akan melupakan manfaat dari portofolio dan asesmen-asesmen
performa lainnya, tetapi mereka yang mencari penjelasan lengkap tentang jenis
tes yang sesuai dengan kategori taksonomi pendidikan harus membaca kembali handbook
dan buku semisal karya Smith dan Tyler (1942).
Teori
Belajar dan Kognisi
Idealnya, dimensi-dimensi dalam kerangka pikir kami dan urutan
kategori-kategorinya didasarkan pada satu teori belajar yang diterima luas dan
fungsional.
Hubungan
antara Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotot
Para penulis handbook membagi tujuan pendidikan jadi tiga
ranah: kognitif, afektif, dan psikomotor. Pembagian ini dikritik karena
memisahkan aspek-aspek pada sebuah tujuan dan hampir setiap tujuan kognitif
mengandung komponen afektif.
PENUTUP
Bloom,
Hastings dan Madaus (1971) menunjukkan bagaimana kerangka pikir asli itu dapat
diadaptasi dalam sejumlah mata pelajaran: bahasa (Moore dan Kennedy, 1971),
Matematika (J.W. Wilson, 1971), pendidikan (B.G Wilson, 1971), ilmu sosial
(Orlandi, 1971), dan sains (Klopfer, 1971). McGuire (1963) memodifikasi
kerangka pikir Bloom untuk pendidikan kesehatan.
Semua
kerangka pikir, termasuk taksonomi pendidikan ini, merupakan abstraksi realitas
dan menyederhanakan realitas untuk memudahkan kita memahami keteraturan di
balik realitas tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar