Minggu, 27 April 2014

                                                   







Judul buku: A taxonomy for learning, a teaching and assessing a revission of bloom’s taxonomy of educational objectives
 BAB 1
Pendahuluan
       KITA manusia mempunyai tujuan- tujuan hidup, dan tujuan- tujuan hidup kita memfokuskan perhatian dan tindakan kita.
Tujuan- tujuan tersebut mengindikasikan apa yang kita ingin para siswa mempelajarinya. Tujuan- tujuan pendidikan adalah “rumusan eksplisit tentang tata cara untuk mengubah siswa melalui prosespendidikan (handbook, 1956: 26).
            Aspek beralasan dari pengajaran ini bertalian dengan apa tujuan- tujuan yang ditetapkan guru untuk siswanya. Sementara itu, aspek kesengajaanya berkaitan dengan bagaimana guru membantu siswa meraih tujuan-tujuan tersebut, yakni lingkungan belajar yang guru ciptakan dan aktivitas- aktivitas dan pengalaman- pengalaman yang guru berikan. Lingkungan, aktivitas, dan pengalaman belajar seharusnya sejalan dan sesuai dengan tujuan- tujuan yang telah ditetapkan.

KEBUTUHAN AKAN TAKSONOMI PENDIDIKAN
            Dalam buku ini, kita menggunakan istilah tujuan (objective) untuk menyebut hasil belajar siswa yang telah direncanakan dengan sengaja. Maka, tujun, standar kurikulum, dan target belajar—semua ini mengacu pada proses belajar siswa yang telah direncanakan dengan sengaja.
            Bagaimana caranya agar kerangka pikr ini dapat membantu guru- guru lebih memahami rumusan tujuan-tujuan tersebut? Kerangka pikir ini harus berisikan kategori- kategori mengenai sebuah fenomena tunggal (misalnya, mineral, karya fiksi).
            Taksonomi adalah sebuah kerangka pikir khusus. Dalam sebuah taksnomi, kategori-kategorinya merupakan satu kontinum. Kontinum ini (misalnya, frekuensi gelombang warna, struktur atom yang mendasari pembuatan tabel unsur) merupakan salah satu prinsip klasifikasi pokok dalam taksonomi tersebut.

Tabel Taksonomi, Tujuan, dan Alokasi Waktu Pembelajaran
            salah satu pertanyaan yang paling lazim dan abadi tentang kurikulum adalah apa manfaat belajar (learning)?. Pada dataran filosofis, jawaban atas pertanyaan pertama itu menjelaskan apa yang dengan manusia berpendidikan, jawabanya meneragkan makna mata pelajaran yang diajarkan pada peserta didik. Apakah mata pelajaran membaca sekedar menghafal hubungan- hubungan antara suara dan simbol, ataukah mencari makna dari kata- kata  yang tertulis? Pertanyaan- pertanyaan serupa dapat diajukan untuk mata pelajaran sains, sejarah, musik, dan lain- lainya.
            Perumusan standar- standar nasional pendidikan sekarang ini dimaksudkan setidaknya untuk memberikan sebagian jawaban atas pertanyaan- pertanyaan diatas.
            Ringkasnya, kerangka taksonomi pendidikan ini memang tak langsung menjelaskan manfaat belajar kepada guru. Namun, dengan membantu mereka menerjemahkan standar- standar pendidikan kedalam kalimat- kalimat sehari- hari selaras apa yang ingin mereka capai secara pribadi, dan dengan memaparkan berbagai kemungkinan yang oerlu dipikirkan, tabel aksonomi ini menyuguhkan sebuah cara pandang untuk mengambil keputusan perihal kurikulum.
            Ketika pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diklasifikasikan sebagai menganalisis pengetahuan konseptual, guru akan melakukan aktivitas-aktivitas untuk:
·         Memfokuskan perhatian siswa pada kategori-kategori dan klasifikasi-klasifikasi
·         Memberikan contoh-contoh dan bukan contoh yang membantu siswa memasukan sesuatu kedalam kategori yang tepat
·         Membantu siswa menemukan kategori-kategori yang tepat dalam sistem klasifikasi yang lebih besar
·         Menekankan perbedaan- perbedaan yang relevan dan penting diantara kategori-kategori tersebut dalam sistem klasifikasi yang lebih besar.
Kesesuaian antara Tujuan, Pembelajaran, dan Asesmen
            Kesesuian ini merupakan tingkat korepondensi antara tujuan, pembelajaran, dan asesmen, aktivitas pembelajaran yang memfokuskan perhatian siswa pada tiga kategori sistem pemerintahan, yang memberikn contoh-contoh untuk membantu siswa mengategorikan sistem pemerintahan yang tepat;.
GURU: PEMBUAT KURIKULUM VS. PELAKSANA KURIKULUM
            Para pejabat pemerintah memegang tampak kekuasaan negara dan masih berusaha memenuhi harapan dan janji untuk menyelenggarakan pendidikan seperti yang dilakukan oleh pejabat- pejabat pendahulu mereka seabad silam (manzo,1999: 21).
            Sampai disini, jelaslah bahwa, kami berharap karya kami ini digunakan oleh “guru sebagai pelaksana kurikulum”; yakni, guru diberi seperangkat tujuan pembelajaran (misalnya, dalam buku-buku teks atau standar standar nasional pendidikan) dan diharapka untuk melakukan pembelajaran yang memunkinkan banyak siswa mencapai standar-standar tersebut. Tabel taksonomi akan membantu guru melakukanya dengan alasan yang kuat. Sebagian guru mempunyai kebebasan yang luas untuk merancang satuan- satuan pelajaran.
Lebih jauh lagi, taksonomi ini menawarkan cara pikir dan terminologi-terminologi untuk membahas pembelajaran sehingga memudahkan mereka untuk berkomunikasi dengan sesama guru, dengan dosen LPTK, koordinator kurikulum, ahli asesmen, dan karyawan sekolah.



BAB 2
Struktur, Spesifikasi dan Problematika Tujuan

Struktur
Model tujuan dalam bidang pendidikan yang paling banyak dipakai didasarkan pada model Ralph Tyler (1949). Tyler berpendapat bahwa “ rumusan tujuan yang paling bermanfaat adalah rumusan yang menunjukan jenis prilaku yang akan diajarkan kepada siswa dan isi pembelajaran... yang membuat siswa menunjukan prilaku itu” (hlm.30) (cetak miring dari kami). Pada bab 1 telah disebutkan bahwa rumusn tujuan berupa kata kerja dan kata benda. Kata kerjanya mendeskripsikan proses kognitif yang diharapkan, dan kata bendanya mendeskripsikan pengetahuan yang diharapkan dikuasai atau dikonstruksi oleh siswa. Kami menggunakan istilah “proses kognitif” untuk menggantikan “prilaku”, dan “pengetahuan” untuk “isi pembelajaran”. Lantaran pegganti istilah-istilah disengaja, kami perlu menjelasskan secara mendetail.

Spesifikasi Tujuan
Perancangan tujuan dalam bidang pendidikan dapat digambarkan sebagaisebuah kontinum yang merentang dari tujuan yang sangat umumke tujuan yang sangat spesifik. Krathwohl dan Payne (1971) menyebut juga tiga tingat sesifikasi, yakni tujuan global, tujuan pendidikan dan tujuan intruksional;
Tujuan global
            Tujuan global merupakan hasil belajar yang kompleks dan multifaset dan, untuk mencapainya, dibutuhkan pembelajaran yang lebih “serius” dan alokasi yang lebih panjang.
Tujuan Pendidikan
            Bagi guru, tujuan global harus diperinci jadi tujuan-tujuan yang lebih spesifik dan mengerucut dalam rencana dan praktik mengajar. Tujuan global dibutuhkan untuk “mengunggah imajinasi” tetapi menyulitkan guru untuk merencanakan aktivitas-aktivitas dikelas,untuk melakukan tugas-tugas ini, guru memerlukan tujuan yang lebih spesifik.
           


Contoh-contoh tujuan berikut yang dipetik dari Handbook   memperjelas tingkat spesifikasi tujuan pendidikan :
·         Kemampuan untuk membaca partitur musik
·         Kemampuan untuk menafsirkan bermacam-macam data sosial
·         Ketrampilan untuk embedakan fakta dari hipotesis

PROBLEMATIKA TUJUAN
            Kendati telah digunakan banyak pihak dimana-mana tujuan dalam bidang pendidikan memiliki keterbatasan dan konsekuensi tertentu. Pada bagian ini kita akan membicarakan sebagian masalah yang berkaitan dengan spesifikasi tujuan, hubungan tujuan dan dengan pengajaran.

 Spesifikasi dan Inklusifitas
            Seperti tujuan global, tujuan pendidikan dikritik karena dipandang masih bersifat terlalu umum sebagai panduan perencanaan pengajaran dan asesmen. Tjuan-tujuan pendidikan tidak memberi arahan yang spesifik yang dibutuhkan guru untuk merencanakan, memudahkan dan mengases pembelajaran siswa. Kritik ini ada benarnya. Akan tetapi, sebagaimana telah diutarakan terdahulu, benar pula bahwa tujuan-tujuan pendidikan seharusnya memuat ide-ide yang lebih luas dan kaya tentang pembelajaran siswa yang diharapkan daripada ide-ide yang terdapat dalam tujuan –tujuan intruksional.
            Selain itu, tujuan-tujuan pendidikan memberi ruang kepada guru-guru untuk menafsirkan dan memilih aspek-aspek dalam tujuan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan siswa mereka. Manfaat tujuan pendidikan ini selaras dengan kecenderungan untuk memberdayakan guru dan memberi kebebasan guru guna mengambil keputusan.

Tujuan yang kaku
            Eisner(1979) mengatakan bahwa tak semua tujuan pendidikan harus membuahkan hasil belajar yang sama. Lantas, eisner menunjukan “hasil-hasil belajar ekspresif” . hasil belajar ekspresif dapat diperoleh dari pengalaman atau aktivitas berkunjung ke museum, melihat suatu permainan, atau mendengarkan musik klasik. Hasil belajar ekspresif berasal dari aktivitas yang yang tidak mempunyai tujuan belajar a priori  yang sama, karena setiap siswa akan berubah dengan caranya masing-masing setelah mengalami atau melakukan hal tersebut.

Tujuan merepresentasikan proses belajar atau prestasi siswa?
            Inti dari banyak kritik terhadap tujuan dalam bidang pendidikan adalah bidang tujuan itu sebenarnya merepresentasikan apa? (Hirst, 1974; Ghinter, 1972). Misalnya, makin spesifik suatu tujuan makin mudah diases, tetapi juga makin mudah menjerumuskan kita untuk menyamakan antara makna tujuan dan asesmenya. Singkatnya, prestasi yang diases dipakai untuk menarik kesimpulan tentang aktivitas belajar yang diinginkan seperti yang dinyatakn dalam rumusan tujuan. Padahal, prestasi siswa bukanlah tujuan itu sendiri.
            Lagipula, denga sedikit perkecualian, tugas-tugas (misalnya, pertanyaan, butir tes, soal) yang dipakai untuk mengasees tujuan hnyalah smpel dari banyak tugas.

Keterbatasan rumusan tujuan
            Para pengkritik juga mengatakan bahwa tingkat kemudahan dalakm merumuskan tujuan jauh berbeda antara satu sama pelajaran dan mata pelajrn lain. Merumuskan tujuan dalam pelajaran menulis kreatif, puisi, dan tafsir seni, misalnya, tergolong sulit. Manakala diminta untuk merumuskan tujuan, guru-guru pengampu mata pelajaran ini boleh jadi sekedar menuliskan tujuan-tujuan tingkat rendah yang mudah dirumuskan tapi tak benar-benar merepresentasikan apa yang penting dipelajari siswa.
            Pada sebagian mata pelajaran, kita dapat dngan mudah merumuskan tujuan, tetapi sulit untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat luas. Sementara itu, khuusnya pada pelajaran ilmu sosial dan pendidikan seks, perbedaan-perbedaan nilai dan pandangan politik antar individumenyulitkan mereka dlam membuat kesepakatan tentangrumusan tujuan yang pas.

Kesimpulan
            Kerangka pikir kami merupakan alat untuk membantu para pendidik memperjelas dan menjelaskan apa yang, menurut mereka, harus dipelajari siswa seekaligus apa yang merupakan hasil pembelajaran. Kita menyebutnya “tujuan”. Untuk membantu mereka menjelaskan tujuan ini, kami menyajikan format standar dalam merumuskan tujuan, yakni “siswa dapat atu belajar + kata kerja + kata benda”. Kata kerja ini menunjukan bagaimana proses kognitifnya sedangkan kata benda tersebut pada umumnya menunjukan pengetahuanya. Walaupun tujuan-tujuan merentang dari yang sangat umum sampai yang sangat spesifik, kami menganjurkan penggunaan tujuan yang moderat, yakni tujuan pendidikan.

.
  
























BAB 4
Dimensi Pengetahuan
Konsep-konsep pembelajaran yang belakangan berkembang terfokus pada proses-proses aktif, kognitif dan konstruktif dalam pembelajaran yang bermakna. Pembelajar (learner) diasumsikan sebagai pelaku yang aktif dalam aktivitas belajar; mereka memilih informasi yang akan mereka pelajari, dan mengkonstruksi makna berdasarkan informasi ini.
Dalam seting pembelajaran, siswa dianggap dapat mengkonstruksi makna mereka sendiri berdasarkan pengetahuan mereka sebelumnya, aktivitas kognitif dan metakognitif mereka, dan kesempatan serta hambatan yang mereka temui dalam seting pembelajaran tersebut, termasuk informasi yang tersedia bagi mereka.
PERBEDAAN ANTARA PENGETAHUAN DAN MATERI PELAJARAN
Setiap tujuan pembelajaran ini mengandung pandangan yang berbeda tentang apa yang harus siswa pelajari dalam unit pelajaran itu. Pada kenyataannya, keempat guru tersebut merumuskan banyak tujuan, tetapi contoh-contoh tujuan yang disajikan disini menunjukkan bagaimana guru-guru itu terfokus pada tujuan-tujuan yang merefleksikan jenis-jenis pengetahuan yang berbeda.
JENIS-JENIS PENGETAHUAN
Terdapat banyak jenis pengetahuan dan lebih banyak lagi istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan pengetahuan-pengetahuan tersebut. Istilah-istilah ini antara lain adalah pengetahuan konseptual, pengetahuan kondisional, pengetahuan isi, pengetahuan deklaratif, pengetahuan displiner, pengetahuan wacana, pengetahuan domain, pengetahuan episodik, pengetahuan eksplisit, pengetahuan faktual, pengetahuan metakognitif, pengetahuan awal, pengetahuan prosedular, pengetahuan semantik, pengetahuan situsional, pengetahuan sosiokultural, pengetahuan strategis, dan pengetahuan emplisit (lihat misalnya, Alexander, Schallert, dan Hare, 1991; dejong dan ferguson-Hessler, 1996; Dochy dan Alexander, 1995; Ryle, 1949).
Oleh karena terdapat banyak istilah yang berbeda dan ketidakpastian pendapat perihal banyak aspek dalam dimensi pengetahuan, maka jenis-jenis pengetahuan dapat disimpulkan menjadi 4, yaitu : (1) Pengetahuan Faktual, (2) Pengetahuan Konseptual, (3) Pengetahuan Prosedular, dan (4) Pengetahuan Metakognitif.
Perbedaan antara Pengetahuan Faktual dan Pengetahuan Konseptual
Pengetahuan Faktual untuk menunjuk pengetahuan tentang “berbit-bit informasi” yang memiliki ciri-ciri tersendiri, dan istilah Pengetahuan Konseptual unntuk pengetahuan yang lebih kompleks dan tertata.


Alasan Pencantuman Pengetahuan Metakognitif
Pencantuman Pengetahuan Metakognitif dalam kategori dimensi pengetahuan dilandasi oleh hasil penelitian-penelitian terbaru tentang peran penting pengetahuan siswa mengenai kognisi mereka sendiri dan kontrol mereka atas kognisi itu dalam aktivitas belajar (Bransford, Brown, dan Cocking, 1999; Sternberg, 1985; Zimmerman dan Schunk, 1998).
KATEGORI-KATEGORI DALAM DIMENSI PENGETAHUAN
A.    PENGETAHUAN FAKTUAL
Pengetahuan Faktual berisikan elemen-elemen dasar yang harus diketahui siswa jika mereka akan mempelajari suatu disiplin ilmu atau menyelesaikan masalah dalam disiplin ilmu tersebut. Elemen-elemen ini lazimnya berupa simbol-simbol yang diasosiasikan dengan makna-makna konkret, atau “senarai simbol” yang mengandung informasi penting. Dua subjenis Pengetahuan Faktual adalah Pengetahuan tentang terminologi (Aa) dan Pengetahuan tentang detail-detail dan elemen-elemen yang spesifik (Ab).
1.      Pengetahuan tentang Terminologi
Pengetahuan tentang terminologi melingkup pengetahuan tentang label dan simbol verbal dan nonverbal (misalnya, kata, angka, tanda, gambar).
2.      Pengetahuan Tentang Detail-detail dan Elemen-elemen yang Spesifik
Pengetahuan tentang detail-detail dan elemen-elemen yang spesifik merupakan pengetahuan tentang peristiwa, lokasi, orang, tanggal, sumber informasi, dan semacamnya.
B.     PENGETAHUAN KONSEPTUAL
Pengetahuan Konseptual mencakup pengetahuan tentang kategori, klasifikasi, dan hubungan antara dua atau lebih kategori atau klasifikasi-pengetahuan yang lebih kompleks dan tertata. Pengetahuan Konseptual meliputi skema, model mental, atau teori yang implisit atau eksplisit dalam beragam model psikologi kognitif. Pengetahuan Konseptual terdiri dari tiga subjenis, yaitu pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori (Ba), pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi (Bb), dan pengetahuan tentang teori, model, dan struktur (Bc).
1.      Pengetahuan tentang Klasifikasi dan Kategori
Pengetahuan tentang klasifikasi dan ketegori jamaknya mencerminkan cara para pakar memikirkan dan menyelesaikan masalah, sementara pengetahuan tentang detail-detail yang penting merupakan buah dari proses berpikir dan penyelesaian masalah. Pengklasifikasian informasi dan pengetahuan ke dalam kategori-kategori yang tepat merupakan sebuah tanda klasik tentang keberhasilan belajar dan pengembangan keahlian.
2.      Pengetahuan tentang Prinsip dan Generalisasi
Prinsip dan generalisasi galibnya merupakan bagian yang dominan dalam sebuah disiplin ilmu dan digunakan untuk mengkaji fenomena atau menyelesaikan masalah-masalah dalam disiplin ilmu tersebut. Apabila siswa mengetahui prinsip dan generalisasi, berarti mereka mempunyai alat untuk mempelajari dan menata materi pelajaran yang luas. Sehingga, mereka memiliki pengetahuan yang lebih banyak tentang materi pelajaran tersebut dan makin mudah mengingatnya.

3.      Pengetahuan Tentang Teori, Model, dan Struktur
Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur mencakup pengetahuan tentang berbagai paradigma, epistemologi, teori, dan model yang digunakan dalam disiplin-displin ilmu untuk mendeskripsikan, memahami, dan memprediksi fenomena.

C.    PENGETAHUAN PROSEDURAL
Pengetahuan prosedural merupakan “pengetahuan tentang cara” melakukan sesuatu. Dengan perkataan lain, pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan tentang beragam “proses”, sedangkan pengetahuan faktual dan pengetahuan konseptual berurusan dengan apa yang dapat dinamakan “produk”. Perlu dicatat bahwa pengetahuan prosedural sebatas pengetahuan tentang prosedur-prosedur.
1.      Pengetahuan Tentang Keterampilan dalam Bidang Tertentu dan Algoritme
Pengetahuan Prosedural dapat digambarkan sebagai rangkaian langkah, yang semuanya disebut sebagai prosedur. Kadang, langkah-langkah ini tertata dalam urutan yang tetap, tetapi kadang belum jelas dan masih harus dipikirkan dan diputuskan apa langkah berikutnya.
2.      Pengetahuan Tentang Teknik dan Metode dalam Bidang Tertentu.
Pengetahuan tentang teknik dan metode dalam bidang tertentu ini mencakup pengetahuan yang gaibnya merupakan hasil konsesus, kesepakatan, atau ketentuan dalam disiplin ilmu, bukan hasil pengamatan, eksperimen, atau penemuan langsung.
3.      Pengetahuan Tentang Kriteria untuk Menentukan Kapan Harus Menggunakan Prosedur yang Tepat.
Selain mengetahui prosedur dalam bidang tertentu, siswa diharapkan mengetahui kapan mesti menggunakan prosedur tersebut, yang acap kali mengharuskan  mereka mengetahui cara-cara penggunaan prosedur yang pernah dilakukan.

D.    PENGETAHUAN METAKOGNITIF
Pengetahuan Metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran akan, serta pengetahuan tentang, kognisi diri sendiri. Dalam artikel klasiknya tentang metakognisi, Flavell (1979) menyatakan bahwa metakognisi mencakup pengetahuan tentang strategi, tugas, dan variabel-variabel person.
1.      Pengetahuan Strategis
Pengetahuan Strategis adalah pengetahuan perihal strategi-strategi belajar dan berpikir serta pemecahan masalah. Strategi-strategi dalam subjenis pengetahuan ini dapat digunakan dalam banyak tugas dan mata pelajaran, bukan hanya dan paling cocok untuk tugas tertentu dalam mata pelajaran tertentu (misalnya, menyelesaikan persamaan kuadrat atau menarakan hukum Ohm).
2.      Pengetahuan Tentang Tugas-tugas Kognitif, yang Meliputi Pengetahuan Konsektual dan Kondisional
Menurut Flavell (1979), pengetahuan Metakognitif mencakup pengetahuan bahwa berbagai tugas kognitif itu sulit dan memerlukan sistem kognitif dan strategi-strategi kognitif. Misalnya, tugas untuk mengingat kembali lebih sulit ketimbang mengenali. Untuk mengingat kembali, orang harus membongkar-bongkar memori secara aktif dan mengeluarkan informasi yang relevan; sedangkan untuk mengenali, orang hanya perlu membedakan pilihan-pilihannya dan menentukan pilihan yang benar atau paling tepat.
3.      Pengetahuan-diri
Flavell (1979) mengemukakan, selain pengetahuan tentang beragam strategi dan tugas kognitif, juga pengetahuan-diri sebagai komponen penting dari metakognisi. Menurutnya, pengetahuan-diri mencakup pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri sendiri dalam kaitannya dengan kognisi dan belajar.

MENGASES TUJUAN PENDIDIKAN YANG MENCAKUP PENGETAHUAN METAKOGNITIF
Mengases tujuan pendidikan yang mencantumkan Pengetahuan Metakognitif ini unik karena tujuan tersebut mesti disertai dengan cara pandang yang berbeda perihal apa yang dinamakan jawaban yang “benar”. Oleh karena itu, tujuan-tujuan pendidikan yang berkenaan dengan Pengetahuan Metakognitif diases dalam aktivitas-aktivitas dan diskusi-diskusi kelas dengan berbagai strategi
.                                                                                                      
KESIMPULAN
Pengetahuan Faktual dan Pengetahuan Konseptual sangat mirip dalam arti keduanya berkutat dengan pengetahuan tentang “apa”, tetapi Pengetahuan Konseptual lebih mendalam, tertata, integral, dan sistemik dari pada pengetahuan perihal terminologi dan fakta-fakta yang terpisah. Secara sederhana, Pengetahuan Metakognitif adalah Pengetahuan tentang kognisi.





































BAB 10
Sketsa Pembelajaran Penjumlahan

BAGIAN 1 : TUJUAN
Tujuan-tujuan jangka panjangnya adalah membantu siswa (1) mengerti bahwa meghafal dapat dilakukan secara lebih efisien (dalam keadaan-keadaan tertentu) dan (2) memperoleh pengetahuan praktis tentang berbagai strategi menghafal.

BAGIAN 2 : AKTIVITAS-AKTIVITAS PEMBELAJARAN
Aktivitas yang mengawali pelajaran unit ini dan berlangsung terus adalah “menghafal fakta dalam kantong”. Setiap hari, ketika siswa-siswa masuk ruang kelas, mereka mengambil “secarik fakta” dari sebuah kantong. Setiap siswa diharapkan menghafal fakta ini. Pada jam-jam tertentu, siswa diminta mengatakan fakta-fakta yang mereka dapat tanpa membacanya.
Hari 1-4
Setelah aktivitas-aktivitas harian ini dilakukan, empat hari pertama pelajaran unit ini digunakan untuk menyelesaikan Lembaran Tembok Besar Penjumlahan.
Hari 5-6
Aktivitas pembelajaran yang berlangsung pada hari kelima dan keenam adalah “Teman Bilangan”. Dalam aktivitas ini, siswa menggunakan “penjumlahan bilangan yang sama” (mereka mengetahuinya) untuk menghafal hasil-hasil penjumlahan bilangan-bilangan lainnya.
Hari 7-8
Pada hari ketujuh dan kedelapan, saya mengenalkan aktivitas “keluarga bilangan”. Dalam aktivitas ini, saya meminta siswa memperhatikan secara seksama tiga bilangan dalam sebuah persamaan dan memindah-mindah letak ketiga bilangan untuk mengetahui hubungan-hubungan diantara ketiganya.
Hari 9-10
Pada hari kesembilan dan kesepuluh, saya mengajak siswa melakukan apa yang saya sebut “membuat jumlah sepuluh”. Saya mulai dengan menuliskan beberapa soal penjumlahan dengan 9 sebagai salah satu bilangan penjumlahnya. Setiap siswa diberi “kerangka sepuluh” (selembar kertas dengan dua baris dan lima kotak).
Hari 11-13
Pada hari 11 sampai ke 13, saya bersama siswa-siswa mengeksplorasi penggunaan berbagai cara untuk menghafal hasil-hasil penjumlahan yang lebih dari 10.
Hari 14-15
Aktivitas terakhir berlangsung selama dua hari terakhir. Aktivitas ini mengajak siswa mempraktikan hafalan mereka dalam lomba lari estafet.

BAGIAN 3 : ASESMEN
Untuk mengases perkembangan siswa, saya mengamati mereka, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencatat perubahan-perubahan hasil permainan harian Menit Matematika Majenun, dan menskor hasil kuis mingguan.

BAGIAN 4 : KOMENTAR PENUTUP
Pertanyaan tentang Pembelajaran
Di sini, kami membedakan antara apa yang kami disebut sebagai “fokus” dan “penekanan”. Fokusnya jelas mengingat pengetahuan faktual, dan merupakan hasil akhir dari pembelajaran tiga pekan ini. Fokus ini tampak dalam rumusan-rumusan tujuan dan asesmen-asesmennya. Sebaliknya, penekanannya adalah memahami pengetahuan konseptual.
Pertanyaan tentang Instruksi
Utamanya karena aktivitas Menit Matematika Majenun, sebagian aktivitas pembelajaran yang berkaitan dengan tujuan utamanya (mengingat pengetahuan faktual) berlangsung setiap hari. Aktivitas-aktivitas yang bertalian dua tujuan jangka panjangnya dilaksanakan pada pertemuan-pertemuan akhir (Hari 9-13).
Pertanyaan tentang Asesmen
Asesmen informalnya dipakai untuk mengumpulkan informasi tentang prosesnya, dan asesmen formalnya untuk memperoleh informasi perihal hasilnya.
Pertanyaan tentang Kesesuaiannya
Kesesuaian antara asesmen dan aktivitas-aktivitas pembelajaran dengan rumusan-rumusan tujuannya cukup kuat.

BAGIAN 5 : PERTANYAAN-PERTANYAAN PENUTUP
Masih ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab dalam analisis sketsa pembelajaran ini. Tiga diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Apa hubungan antara memahami pengetahuan konseptual dan mengingat pengetahuan faktual ? Asusmsi bahwa memahami pengetahuan konseptual yang fundamental membantu siswa mengingat pengetahuan faktual mendasari pendekatan Ms. Hoffman dalam merencanakan dan mengerjakan unit pelajaran ini.
2.      Apakah asesmen langsung terhadap memahami pengetahuan konseptual berguna untuk membedakan apa yang siswa pahami dari apa yang siswa dapat lakukan? Sulit sekali untuk menentukan apakah siswa benar-benar sedang mengembangkan pengetahuan konseptual tentang hubungan-hubungan antarbilangan dan prosedur-prosedur matematika.
3.      Informasi apa yang diperoleh dari asesmen langsung terhadap memahami pengetahuan metakognitif ? Informasi yang Ms. Hoffman peroleh dari pengamatannya dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya kepada siswa adalah kontinum perkembangan belajar siswa yang awalnya “menghitung dengan jari”, kemudian “menghitung bilangan secara berurutan”, lalu (dengan bantuan Ms. Hoffman) mencermati struktur hasil-hasil penjumlahan dan akhirnya menghafal.
























BAB 14
Mengurai Masalah-masalah pelik dalam Pembelajaran di Kelas

Dalam bab ini, kami membahas sembilan kesimpulan.
Dua kesimpulan diantaranya bertalian dengan pertanyaan tentang pembelajaran.
1.      Transfer dan resensi adalah dua tujuan pembelajaran yang penting. Di sini, proses-proses kognitif yang lebih kompleks sangat bermanfaat. Proses-proses kognitif yang lebih kompleks di transfer dari konteks tempat proses-proses itu dipelajari ke konteks lainnya.
2.      Proses-proses kognitif berbeda-beda, demikian pula jenis-jenis pengetahuannya. Pengetahuan dan proses-proses kognitif menentukan apa yang sebenarnya dipelajari oleh siswa.
Dua kesimpulan berhubungan dengan pertanyaan tentang instruksi.
1.      Jenis-jenis pengetahuan tertentu biasanya berpasangan dengan proses-proses kognitif tertentu. Mengingat adatnya berpasangan dengan pengetahuan faktual, memahami dengan pengetahuan konseptual, dan mengaplikasikan dengan pengetahuan prosedural.
2.      Ketidakmampuan untuk membedakan aktivitas-aktivitas pembelajaran dari tujuan-tujuan pendidikan dapat berpengaruh negatif bagi pembelajaran siswa.
Dua kesimpulan berkaitan dengan pertanyaan tentang asesmen.
1.      Asesmen mempunyai beragam tujuan dua tujuan pokok di antaranya adalah meningkatkan pembelajaran siswa (asesmen formatif) dan menentukan nilai siswa yang mencerminkan tingkat pembelajarannya (asesmen sumatif).
2.      Asesmen eksternal (misalnya, ujian nasional) berpengaruh positif dan negatif pada pembelajaran di kelas.
Tiga kesimpulan berkaitan dengan pertanyaan tentang kesesuaiannya.
1.      Jika asesmen tidak sesuai dengan tujuan, asesmennya tidak dapat memberi bukti yang jelas tentang pembelajaran siswa yang diinginkan.
2.      Apabila aktivitas-aktivitas pembelajaran tidak sesuai dengan asesmen, hasil asesmennya mungkin menunjukkan bahwa pembelajarannya tidak efektif.
3.      Kalau aktivitas-aktivitas pembelajaran tidak bersesuaian dengan tujuan, siswa terlibat aktif dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran itu, tetapi tidak mencapai hasil-hasil belajar yang diharapkan.
KESIMPULAN PERIHAL PEMBELAJARAN
Menggunakan Proses-proses Kognitif yang Kompleks untuk Mencapai Tujuan-tujuan yang Sederhana
Untuk menguasai pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural yang mesti ada dalam tulisan persuasif, dalam menulis tajuk rencana, siswa menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta berdasarkan materi unit pelajaran itu. Akan tetapi, sekali lagi, pelibatan proses-proses kognitif yang kompleks dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran ini tidak mengubah tujuan pokok unit pelajarannya, yaitu memahami pengetahuan konseptual.
Memilih Jenis Pengetahuan
Bukti-bukti menunjukkan bahwa para pendidik menggunakan beragam strategi pembelajaran untuk mengajarkan jenis-jenis pengetahuan yang berbeda (Anderson, 1995). Pengetahuan faktual biasanya diajarkan dengan mengulang-ulang. Sebaliknya, sebagai subjenis pengetahuan konseptual sebaiknya diajarkan dengan membuat contoh-contoh yang termasuk dalam kategori pengetahuan konseptual dan yang bukan. Mengajarkan pengetahuan prosedural kerap kali lebih efektif  jika siswa diberi atau diminta membuat diagram dan semacamnya. Pengetahuan metakognitif acap kali diajarkan dengan menekankan aktivitas untuk mengatur diri sendiri, dan pengetahuan metakognitif berkembang dalam waktu yang lama, biasanya lebih dari satu semester.

KESIMPULAN PERIHAL PEMBELAJARAN
Memahami Hubungan antara Jenis Pengetahuan dan Proses Kognitif
Dalam sketsa pembelajaran penjumlahan, misalnya pengetahuan faktual berisikan fakta-fakta penjumlahan bilangan sampai jumlah 18. Proses kognitifnya adalah mengingat, sehingga tujuan pembelajarannya menjadi “Siswa mengingat fakta-fakta penjumlahan”.
Membedakan Aktivitas dan Tujuan Pembelajaran
Aktivitas-aktivitas pembelajaran dapat diamati dan diceritakan sementara pembelajaran tidak dapat diamat dan, karenanya, perlu dibuat kesimpulan tentangnya. Dengan perkataan lain, meskipun siswa tahu apa yang telah mereka lakukan, mereka mungkin tidak tahu apa yang telah mereka pelajari, jika ada, dengan aktivitas yang mereka lakukan itu.
KESIMPULAN PERIHAL ASESMEN
Menggunakan Asesmen Sumatif dan Asesmen Formatif
Asesmen dengan tujuan pertama disebut asesmen formatif lantaran fungsi utamanya adalah membantu siswa belajar selama masih ada waktu dan kesempatan bagi siswa untuk meningkatkan pembelajarannya. Asesmen dengan tujuan kedua dinamakan asesmen sumatif sebab fungsi utamanya adalah “menyimpulkan” pembelajaran siswa pada akhir periode pembelajaran (Scriven, 1967).
Menghadapi Asesmen Eksternal
Pada umumnya, asesmen eksternal disebut sebagai high-stakes asesment, sebab keputusan-keputusan penting yang menyangkut siswa, guru dan sekolah dibuat berdasarkan hasil-hasil asesmen ini.
KESIMPULAN PERIHAL KESESUAIAN ANTARA TUJUAN, AKTIVITAS PEMBELAJARAN, DAN ASESMEN
Menyesuaikan Asesmen dengan Tujuan
Terdapat dua alasan mengapa asesmen harus menyesuaikan tujuan. Pertama, penyesuaian ini memberi kesempatan yang lebih luas kepada siswa untuk mempelajari pengetahuan dan proses-proses kognitif yang diujikan dalam pelbagai asesmen yang mereka hadapi. Kedua, bagi banyak siswa, tujuan didikte oleh asesmen, khususnya ketika asesmen menentukan nilai siswa. “Pekerjaan” mereka adalah mengerjakan asesmen dengan baik supaya mereka mendapat “nilai yang baik”.
Penyesuaian Aktivitas-aktivitas pembelajaran dan Asesmen
Signifikansi penyesuaian aktivitas-aktivitas pembelajaran dengan asesmen-asesmen. Seperti telah disebutkan terdahulu, aktivitas-aktivitas pembelajaran dan tugas-tugas asesmen bisa indentik dalam hal substansi (pengetahuan, proses kognitif) dan bentuknya (asesmen pilihan ganda, asesmen performa). Aktivitas pembelajaran dan tugas asesmen mempunyai fungsi-fungsi pokok yang berbeda. Aktivitas pembelajaran dimaksudkan untuk membantu siswa belajar, sedangkan tugas asesmen untuk menentukan apakah atau seberapa jauh siswa belajar.
Penyesuaian Aktivitas-aktivitas Pembelajaran dengan Tujuan
Anda barangkali berpikir bahwa bila asesmen sesuai dengan tujuan dan aktivitas-aktivitas pembelajaran sesuai dengan asesmen, aktivitas-aktivitas pembelajarannya otomatis sesuai dengan tujuannya. Biasanya memang demikian, tetapi tidak selalu. Dalam banyak kasus, aktivitas-aktivitas pembelajaran yang tidak berkaitan langsung dengan tujuan atau asesmennya dimaksudkan untuk memberi siswa informasi yang mereka butuhkan guna mencapai tujuannya.

MASALAH-MASALAH YANG BELUM TERSELESAIKAN
Perencanaan dan Analisis yang lebih Matang
Analisis pada bab-bab sketsa pembelajaran sebelumnya cukup mnghabiskan energi kami. Akan tetapi, kami percaya bahwa bab-bab tersebut membantu pembaca mempelajari proses analisisnya, apalagi ketika sebuah unit pelajaran atau mata pelajaran diajarkan ulang dalam kelas-kelas yang sangat besar atau dalam pendidikan jarak jauh.
Hubungan antara Tujuan dan Pembelajaran
Kerangka pikir yang bermanfaat bagi guru ialah kerangka pikir yang memudahkan mereka menerjemahkan tujuan-tujuan yang abstrak jadi strategi-strategi pengajaran dan kemudian jadi aktivitas-aktivitas pembelajaran konkret yang membantu siswa mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Format Tes Pilihan Ganda yang Tak Kunjung Maju
Teknologi pengetesan telah berkembang pesat sejak penerbitan handbook, tetapi tes uraian kurang berkembang. Empat pulug empat tahun setelah penerbitan handbook, kita hanya mencatat sedikit kemajuan dalam tes uraian. Para pendidik tidak akan melupakan manfaat dari portofolio dan asesmen-asesmen performa lainnya, tetapi mereka yang mencari penjelasan lengkap tentang jenis tes yang sesuai dengan kategori taksonomi pendidikan harus membaca kembali handbook dan buku semisal karya Smith dan Tyler (1942).
Teori Belajar dan Kognisi
Idealnya, dimensi-dimensi dalam kerangka pikir kami dan urutan kategori-kategorinya didasarkan pada satu teori belajar yang diterima luas dan fungsional.
Hubungan antara Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotot
Para penulis handbook membagi tujuan pendidikan jadi tiga ranah: kognitif, afektif, dan psikomotor. Pembagian ini dikritik karena memisahkan aspek-aspek pada sebuah tujuan dan hampir setiap tujuan kognitif mengandung komponen afektif.

PENUTUP
Bloom, Hastings dan Madaus (1971) menunjukkan bagaimana kerangka pikir asli itu dapat diadaptasi dalam sejumlah mata pelajaran: bahasa (Moore dan Kennedy, 1971), Matematika (J.W. Wilson, 1971), pendidikan (B.G Wilson, 1971), ilmu sosial (Orlandi, 1971), dan sains (Klopfer, 1971). McGuire (1963) memodifikasi kerangka pikir Bloom untuk pendidikan kesehatan.
Semua kerangka pikir, termasuk taksonomi pendidikan ini, merupakan abstraksi realitas dan menyederhanakan realitas untuk memudahkan kita memahami keteraturan di balik realitas tersebut.

                       
     

                       
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar